Pengembangan Profesi Keguruan
Posted On Sabtu, 12 Maret 2011 at di 08.38 by STAI BaturajaPENGEMBANGAN PROFESI KEGURUAN
( Edi Suryawirawan, Guru SMA Negeri 3 Palembang )
Abstrak : Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui, konsep dasar profesi, dasar pengembangan profesi keguruan, kompetensi guru, dasar hukum kompetensi guru, dosen sebagai profesi, pengembangan profesi dan pengembangan diri & kelembagaan.
Kata Kunci : Pengembangan Profesi Keguruan
A. PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar secara sistematis dan berencana untuk mengembangkan kemampuan , sikap dan prilaku individu dalam masyarakat dimana ia hidup. Pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia muda Driyarkara. 1980 (Hendyat Soetopo. 2005. Hal. 207). Dalam proses pendidikan, terdapat dua komponen utama, yaitu pendidik dan anak didik. Pendidik dalam proses pendidikan formal disebut guru. Tanpa guru, pendidikan akan berjalan timpang, karena guru merupakan kunci dalam proses pelaksanaan pendidikan. Keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi oleh peranan guru dalam proses pelaksanaan pendidikan. Oleh sebab itu, guru harus selalu berkembang dan dikembangkan, agar perolehan subyek didik terhadap pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai dapat maksimal. Tujuan akhir pendidikan adalah terbentuknya kepribadian subyek didik secara utuh lahir dan batin, fisik dan mental, jasmani dan rohani.
Guru sebagai profesi di bidang kependidikan memerlukan persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan tugas yang sesungguhnya. Sebagai profesi, semestinya tidak semua orang dapat mengembannya. Agar guru tidak tertinggal jaman, maka guru harus selalu mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya secara kontinyu. Jalan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan profesi guru adalah dari diri guru itu sendiri dan dari pihak lain yang bertanggungjawab atas pengembangan guru. Pengembangan diri banyak dilaksanakan oleh si guru itu sendiri, sementara pengembangan oleh pihak lain dirancang oleh personil atau lembaga di mana guru bekerja.
B. KONSEP DASAR PROFESI
Banyak ahli yang menyebutkan bahwa guru merupakan salah satu profesi dalam dunia kependidikan. Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang mempersyaratkan keahlian sebagai hal yang meletarbelakangi, memiliki etika dan organisasi yang mewadahinya. Michael D. Bayles. 1981.(Hendyat Soetopo. 2005. Hal. 208). mengemukakan beberapa ciri profesi sebagai berikut :
1. Perlunya pelatihan atau pendidikan untuk mempraktekkan profesi
2. Pelatihan atau pendidikan mencakup komponen intelektual yang memadai
3. Kemampuan yang telah terlatih memberikan layanan penting dalam masyarakat
4. Ada sertifikasi atau lisensi untuk status profesional
5. Ada organisasi profesional yang menampung para anggota
6. Ada otonomi dalam melaksanakan pekerjaan
7. Ada kode etik profesi
Ketujuh persyaratan tersebut harus dipenuhi jika sesuatu pekerjaan dikatakan sebagai profesi. Guru sebagai profesi juga harus memenuhi persyaratan itu. Sebagai profesi, guru harus dibentuk dengan pendidikan atau latihan di bidangnya. Hal ini sebagai dasar untuk memperkuat landasan keguruannya. Jika seorang guru tidak disiapkan melalui pendidikan keguruan, maka pelaksanaan kerjanya tidak didasari oleh wawasan keguruan. Bisa jadi pelaksanaan tugasnya hanya didasarkan pada instink atau belajar dari pengalaman. Setiap langkah pelaksanaan pekerjaannya bukan didasarkan atas pertimbangan profesional. Hal ini terkait dengan komponen intelektual yang selalu dijadikan landasan kerjanya.
Guru sebagai profesi juga memberikan layanan penting kepada masyarakat. Tanpa guru, pendidikan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan formal tidak dapat berjalan. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang layanannya diberikan kepada subyek didik sebagai anggota masyarakat. Ada manfaat ganda atas layanan guru kepada subyek didik, yaitu di samping manfaat langsung bagi subyek didik di masa mendatang, juga bagi keluarga yang dapat memetik manfaat karena anaknya dididik oleh guru. Disamping itu masyarakat pemakai tenaga kerja juga memperoleh manfaat dari layanan guru.
Sebagai konsekuensi pendidikan serta latihan, sertifikasi dan lisensi merupakan syarat bagi guru sebagai profesi. Mereka akan memperoleh ijazah atau sertifikasi atau akta untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai guru.
Syarat selanjutnya adalah adanya organisasi profesional. Di Indonesia, guru telah terwadahi dalam PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Di kalangan perguruan tinggi, telah terbentuk juga wadah organisasi profesional di bidang keahlian sejenis, misalnya Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia, Ikatan Sarjana dan Petugas bimbingan, Ikatan Sarjana Administrasi Pendidikan, Ikatan Sarjana Pendidikan Matematika Indonesia, dan sebagainya. Diluar profesi guru, sebagai contoh, juga sudah banyak organisasi profesional, misalnya di bidang kedokteran, Advokat, dan lain lain.
Otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan merupakan syarat sebuah profesi. Sebagai contoh dalam menjalankan tugas di dalam kelas guru memiliki otonomi yang besar. Ia diberi keleluasaan dalam menentukan strategi yang diterapkan. Ia tidak diawasi oleh pihak lain, termasuk kepala sekolah atau dekan. Ia dilepas untuk mendidik siswa atau mahasiswa sesuai dengan pertimbangan profesionalnya yang otonom.
Kode etik profesi merupakan aspek yang melandasi proses kerjanya. Kode etik profesi dirumuskan oleh organisasi profesi yang telah dibentuk. Kode etik mengikat para anggota, tetapi dan tidak ada sangsi formal atas pelanggaran kode etik, kode etik lebih bersifat normatif daripada struktural.
C. DASAR PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Sebagai suatu profesi, guru harus berkembang sesuai dengan persyaratan profesionalnya. Karena profesi guru memberikan layanan kepada masyarakat dan anak didik, maka diperlukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta kemampuan yang selalu berkembang. Adapun dasar yang digunakan mengapa profesi keguruan harus dikembangkan adalah :
- Dasar Filosofis
Guru pada hakekatnya adalah pendidik yang bertugas sebagai pemimpin atau pelayan (agogos). Sebagai pemimpin dan pelayan, guru harus dapat memberikan layanan kepada masyarakat dan anak didik sebaik-baiknya. Sementra tuntutan jaman dan tuntutan anak didik selalu berkembang dari waktu ke waktu. Untuk itu profesi guru harus selalu dikembangkan agar tidak tertinggal dari kemajuan zaman.
- Dasar Psikologis
Guru selalu berhadapan dengan individu lain yang memiliki keunikan dan kekhasan masing-masing. Setiap individu memiliki pikiran, perasaan, kehendak, keinginan, fantasi, intelegensi, cita-cita, instink, perangai dan performance yang berbeda dengan individu lain. Jika guru tidak selalu meningkatkan pemahaman terhadap individu lain (anak didik), maka ia tidak akan dapat menerapkan strategi pelayanannya sesuai dengan keunikan anak didik. Disinilah pentingnya guru mengembangkan pemahaman aspek psikologis individu lain.
- Dasar Pedagogis
Tugas profesional utama guru adalah mendidik dan mengajar. Untuk dapat menjalankan tugas mendidik dan mengajar dengan baik, guru harus selalu membina diri untuk mengetahui dan menerapkan strategi mengajar baru, metode baru, teknik-teknik mendidik yang baru, menciptakan suasana pembelajaran yang bervariasi dan kemampuan mengelola kelas dengan baik. Guru yang tidak mengembangkan kemampuan pembelajarannya selalu menerapkan cara pembelajaran yang telah puluhan tahun digunakan dan sudah ketinggalan zaman. Guru akan selalu mengikuti perkembangan inovasi di bidang metode pembelajaran.
- Dasar Ilmiah
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni selalu berkembang dengan pesat. Guru harus dapat mengembangkan cara berpikir ilmiah agar dapat selalu mengikuti perkembangan IPTEKS tersebut. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari prinsip-prinsip ilmiah selalu dipegang teguh, agar tercipta keadilan dan keobjektifan dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini. Penggunaan sumber belajar yang menonton dan ketinggalan zaman harus dihindarkan. Salah satu ciri orang ilmiah adalah adanya rasa ingin tahu yang besar terhadap IPTEKS yang ditekuninya.
- Dasar Sosiologis
Masyarakat modern dewasa ini menuntut guru untuk melakukan hubungan dengan orang, organisasi dan masyarakat dengan cara-cara modern juga. Profesi guru dituntut untuk selalu dikembangkan mengikuti teknik-teknik komunikasi yang multisistem ini. Perkembangan sarana komunikasi lisan dan tertulis melalui media grafis, media massa, media elektronik, media organisatoris dan media proses kelompok yang serba canggih harus dikenal dan diterapkan dalam proses mendidik. Guru harus pandai-pandai mengadakan hubungan sosial dengan mendayagunakan sarana dan media yang berkembang begitu pesat ini. Hal inilah yang mengharuskan profesi guru dikembangkan.
D. KOMPETENSI GURU
Guru yang baik harus memenuhi syarat-syarat kepribadian dan syarat-syarat teknis keguruan. Syarat-syarat kepribadian menurut Prayitno.1981. (Hendyat Soetopo. 2005. Hal. 212) adalah :
1. Gagasan, yaitu bahwa guru harus kaya akan gagasan dan pribadinya hendaknya
dinamis menanggapi setiap rangsangan dan tantangan
2. Usaha, yaitu usaha-usaha nyata dari guru berdasarkan gagasan yang telah
dimilikinya
3. Rasa, yaitu rasa keserasian hubungan antara pendidik dan subyek didik dan
keserasian suasana pendidikan
4. Utama atau keutamaan, yaitu nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi, termasuk
nilai-nilai agama, norma dan etika yang harus dipegang baik oleh guru maupun
subyek didik
Kemampuan teknis keguruan dimaksudkan sebagai ketrampilan menyelenggarakan pembelajaran sehari-hari kepada sekelompok subyek didik. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan telah mengembangkan 10 kompetensi guru yang harus dikuasai dan dikembangkan, agar pelaksanaan tugas profesional guru memiliki pedoman yang kuat .
Kesepuluh kompetensi guru itu meliputi :
1. Mengusai landasan-landasan pendidikan
2. Menguasai bahan pelajaran
3. Kemampuan mengelola program belajar mengajar
4. Kemampuan mengelola kelas
5. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
6. Kemampuan menggunakan media / sumber belajar
7. Kemampuan menilai hasil belajar (prestasi) siswa
8. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan (konseling)
9. Memahami prinsip-prinsip dan hasil-hasil penelitian untuk keperluan pengajaran
10. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan
Penguasaan tentang landasan-landasan pendidikan memungkinkan guru memiliki penghayatan teoritis tentang tugas-tugasnya, yaitu menyelenggarakan pembelajaran sebagai perwujudan upaya pendidikan. Landasan-landasan pendidikan ini pendidikan ini menyangkut keberadaan manusia, anak didik, pendidik, interaksi pendidikan, tujuan pendidikan, kewibawaan pendidikan, tanggung jawab pendidikan, alat pendidikan, aspek-aspek pendidikan dan lembaga pendidikan.
Penguasaan bahan pembelajaran mutlak bagi pengajar. Penguasaan bahan pembelajaran merupakan modal dasar bagi pelaksanaan tugasnya. Penguasaan bahan akan terus berkembang sejalan dengan usaha untuk menganalisis, meneliti dan mendalami lebih jauh.
Penguasaan program belajar mengajar sangat diperlukan bagi seorang pengajar. Program belajar mengajar merupakan perencanaan yang menyeluruh dari suatu kegiatan pembelajaran.
Pengelolaan kelas tidak terbatas pada memberikan ceramah dan memimpin diskusi, melainkan juga dapat meliputi pemberian tugas, memimpin kegiatan di laboratorium, praktek lapangan, permainan kelompok di kelas dan sebagainya. Pengelolaan kelas tidak terbatas pada mengatur perlengkapan fisik di kelas, tetapi juga interaksi psikologis yang ada di dalam kelas, antar subyek didik, subyek didik dengan guru, serta komunikasi yang diterapkan.
Interaksi belajar mengajar merupakan perwujudan dari penerapan metode pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Interaksi belajar mengajar juga menyangkut pemfungsian semua komponen proses belajar mengajar di kelas. Penggunaan alat pelajaran dan alat bantu mengajar harus dikuasai oleh para guru. Apalagi dewasa ini telah banyak alat bantu elektronika yang canggih hasil teknologiyang teru meningkat.
Penilaian hasil belajar harus dikuasai guru, agar hasil evaluasi sangat mendekati obyektif. Teknik tes dan nontes digunakan secara simultan untuk mengukur hasil belajar. Tes tertulis, lisan dan perbuatan akan melengkapi rekaman yang obyektif. Alat evaluasi memenuhi syarat kesahihan (validity), keterandalan (reliability) dan kebermaknaan dan tingkat kesukaran yang tepat.
Guru harus mengenal dan mampu melaksanakan fungsi bimbingan dan konseling, melakukan penelitian demi pengembangan bidang tugasnya, dan memahami sistem penyelenggaraan administrasi pendidikan di lembaga pendidikannya.
E. DASAR HUKUM PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI GURU
Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan hukum penetapan Standar Kompetensi Guru (http;//www.geocities.com/pengembangan_sekolah/index.html) adalah:
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.
3. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 –2004 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 206)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran negara Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 (Lembaran negara Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3974)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000.
8. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
9. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor : 0433/P/1993, Nomor : 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
10. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
11. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No : 031/O/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
F. DOSEN SEBAGAI PROFESI
Jika disebut profesi guru, maka yang dimaksudkan tidak saja guru SD sampai SMTA, namun dosen di perguruan tinggipun pada hakekatnya adalah seorang guru. Pemberian nama ”dosen” bagi tenaga pendidik yang mengajar di perguruan tinggi sebagaimana yang disebutkan pada PP.No.30 Tahun 1990 pada dasarnya hanya merupakan pembedaan tempat mengajarnya dan menunjukkan jenjang lembaga dimana ia bekerja. Sayang sekali dosen sebagai pendidik dan sebagai profesi tidak memiliki organisasi khusus dosen sebagaimana guru di tingkat SMTA ke bawah memiliki PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Mestinya dosen harus memiliki PDRI ( Persatuan Dosen Republik Indonesia). Jika menyadari bahwa dosen sebagai guru, mestinya mereka juga masuk ke organisasi profesional PGRI. Namun sedikit sekali para dosen yang masuk menjadi anggota atau pengurus PGRI. Justru yang muncul adalah organisasi profesional sesuai dengan spesialisasinya, misalnya ada ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia), Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial, Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia dan organisasi-organisasi profesional lainnya.
G. PENGEMBANGAN PROFESI
Pengembangan profesi guru dapat dilakukan dengan jalan :
1. Selalu meningkatkan kemampuan profesional keguruannya
2. Menjaga nama baik guru baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat
3. Menjunjung tinggi kode etik profesi dengan jalan tidak melanggarnya
4. Selalu mengikuti penataran, kursus, latihan, seminar, lokakarya yang berkaitan dengan
peningkatan tugas guru
5. Memberikan layanan kepada anak didik dan masyarakat pada umumnya secara terus-
menerus di bidang tugasnya
6. Turut menghidupkan organisasi profesi, dipihak lain organisasi profesi juga dijadikan
wadah untuk mengembangkan diri para anggotanya
7. Selalu mengasah kemampuan guru dalam mengaktifkan berprosesnya komponen-komponen
sistem pembelajaran (tujuan, anak didik, materi, metode, alat evaluasi dan lingkungan)
8. Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsanya dan nilai-nilai agama yang dianutnya
H. PENGEMBANGAN DIRI DAN KELEMBAGAAN
Guru dalam melaksanakan tugasnya tidak akan berkembang kalau dirinya sendiri tidak berusaha untuk berkembang. Di lain pihak, instansi dimana guru itu bekerja harus berusaha untuk mengembangkan guru, agar pelaksanaan tugas guru selalu berkembang. Dapat diandaikan sebagai pisau, jika digunakan terus-menerus tanpa diasah, maka akan tumpul. Apalagi jika tidak pernah dimanfaatkan, maka pisau itu akan karatan.
Untuk dapat mengembangkan profesi guru, ada dua jalan yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengembangan diri guru itu sendiri dan melalui pengembangan secara melembaga.
I. Pengembangan Diri
Ada beberapa cara dan usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengembangkan profesinya, antara lain :
1. Berusaha memahami tujuan pendidikan dan pengajaran secara jelas dan konkrit
2. Berusaha memahami dan memilih bahan pengajaran sesuai dengan tujuan
3. Berusaha memahami problem, minat dan kebutuhan dalam proses belajar subyek didik
4. Mengorganisasi bahan dan pengalaman belajar dan mendaya gunakan sumber belajar yang ada
5. Berusaha memahami, menyeleksi dan menerapkan metode pembelajaran
6. Berusaha memahami dan kesanggupan membuat dan mendaya gunakan berbagai alat pelajaran
7. Berusaha membimbing dan mendorong kemajuan pertumbuhan dan perkembangan belajar subyek didik
8. Mampu menilai program dan hasil pembelajaran yang telah dicapai
9. Mengadakan penilaian diri sendiri untuk melihat kekurangan dan keberhasilan pelaksanaan tugasnya
10. Berusaha membaca bahan-bahan yang relevan dengan tugas pofesinya
11. Berusaha mengembangkan diri dengan menulis karya ilmiah di berbagai media
12. Pertemuan pribadi antar sejawat dan dengan ahli lain dalam mengembangkan wawasan keilmuan dan wawasan proses dan strategi pembelajaran
13. Berusaha melakukan percobaan-percobaan atas inovasi yang ditemukan atau strategi pembelajaran baru
II. Pengembangan Kelembagaan
Beberapa usaha yang dapat dilakukan agar guru tumbuh dalam jabatannya antara lain :
1. Penugasan guru-guru dalam bidang tugasnya dan dalam mengikuti pertemuan-pertemuan pertumbuhan jabatan
2. Kegiatan dan pertemuan dalam organisasi profesional
3. Saling kunjung antar guru dalam proses pembelajaran
4. Pelibatan dalam kepanitiaan-kepanitiaan
5. Mengajar yang didemontrasikan
6. Kunjungan ke lembaga / instansi atau tempat yang dapat dijadikan medan studi banding bagi para guru dan pimpinan
7. Laboratorium yang dirancang untuk pengembangan pengetahuan dan kemampuan dalam rangka aplikasi kurikulum dalam proses pembelajaran
8. Disediakan perpustakaan agar didayagunakan oleh guru untuk mengembangkan profesinya
9. Tukar menukar pengalaman antar guru yang penyelenggaraannya dirancang oleh lembaga ataupun atas inisiatif guru-guru sendiri
10. Lokakarya yang diselenggarakan dengan maksud meningkatkan profesi guru
11. Guru-guru mengikuti diskusi panel diberbagai kesempatan
12. Guru-guru mengikuti kegiatan seminar yang diselenggarakan di berbagai kesempatan
13. Guru-guru mengikuti simposium diberbagai kesempatan
14. Penerbitan bulletin atau majalah atau surat kabar
15. Penyelenggaraan kursus-kursus
16. Penyelenggaraan penataran-penataran
17. Konseling yang diberikan kepada guru baik secara individual maupun secara kelompok
18. Pertemuan umpan balik bergelombang berdasarkan pada masalah dan tema yang telah diberikan sebelumnya
19. Pengembangan program testing dan pola-pola baru secara bersama
20. Penyelenggaraan penelitian-penelitian yang diikuti oleh para guru
I. KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Guru sebagai profesi di bidang kependidikan memerlukan persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan tugas yang sesungguhnya.
2. Sebagai profesi, semestinya tidak semua orang dapat mengembannya.
3. Sebagai suatu profesi, guru harus berkembang sesuai dengan persyaratan profesionalnya.
4. Guru dalam melaksanakan tugasnya tidak akan berkembang kalau dirinya sendiri tidak berusaha untuk berkembang. Di lain pihak, instansi dimana guru itu bekerja harus berusaha untuk mengembangkan guru, agar pelaksanaan tugas guru selalu berkembang.
b. Saran
1. Ketua PGRI seharusnya dari guru, agar dapat memperjuangkan nasib para guru, bukan dari Pemerintahan misal Kepala Dinas Pendidikan Nasional yang selama ini kita lihat dan kita saksikan .
2. Organisasi PGRI kinerjanya lebih ditingkatkan lagi agar dapat mengayomi para guru yang selama ini sering diintimidasi oleh pihak-pihak lain.
3. Sertifikasi guru hendaknya lebih cepat dilaksanakan, agar kinerja guru tersebut lebih cepat dirasakan manfaatnya oleh siswa dan masyarakat.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Depdikbud.2003.Standar Kompetensi Guru. Jakarta : Dittendik.
Soetopo, Hendyat. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran. Universitas
Muhammadiyah, Malang
http;//www.geocities.com/pengembangan_sekolah/index.html
Peraturan pemerintah no.19 Tahun 2005 .tentang Standar Pendidikan Nasional.Jakarta
Soetopo H. 2005. Pendidikan & pembelajaran: Teori, permasalahan dan
praktek. UMM press, Malang,Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia no.20 Tahun 2003. tentang Sistem Pendidikan
Nasional.Cemerlang.Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia no.14 Tahun 2005. tentang Guru & Dosen. Jakarta
Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT
Posted On at di 08.35 by STAI BaturajaPENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS ICT
Edi Suryawirawan *)
Abstraks
Pembelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT
memberi peluang pada siswa untuk memahami matematika lebih mudah dan menyenangkan.
Kata Kunci : Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ICT
PENDAHULUAN
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan di setiap propinsi untuk mengkaji serta meningkatkan hasil belajar siswa diantaranya : penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, proses pembelajaran, penataran dan pendidikan bagi guru pada jenjang yang lebih tinggi. Soejadi (1994: 36) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika dijenjang sekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan siswa serta tuntutan masyarakat.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar telah berkembang sangat pesat, baik materi maupun penerapannya. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membutuhkan penggunaan matematika, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ikut memacu perkembangan matematika itu sendiri. Oleh karena itu pemahaman tentang matematika sekolah yang diperoleh melalui pembelajaran matematika di SMA dapat dijadikan sebagai landasan untuk memahami atau menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi pada tingkat pendidikan selanjutnya.
Sekolah Kategori Mandiri (SKM) merupakan pengkategorian yang dilakukan pemerintah terhadap keterlaksanaan delapan standar nasional termasuk penerapan sistem Satuan Kredit Semester (SKS ). Pengkategorian tersebut merupakan upaya pemetaan kualitas pendidikan terhadap kualitas keterlaksanaan pemenuhan standar nasional pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah melalui PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menetapkan bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut paling lambat (7 ) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut. Menindaklanjuti kebijakan tersebut maka mulai tahun 2007, Dit.Pembinaan SMA melakukan pembinaan pengembangan sekolah formal kategori mandiri dengan pendekatan rintisan.
Salah satu alternatif pembelajaran yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT dapat dibuat interaktif sehingga siswa dapat belajar dengan berulang-ulang sehingga memungkinkan siswa dapat lebih memahami materi pelajaran dengan baik. McDonough (dalam Paramata, 1996:2) menyatakan bahwa penggunaan komputer dalam pembelajaran akan memberikan stimulus untuk belajar, menciptakan audio-visual, membantu recalling (pemanggilan kembali) konsep yang telah dipelajari, mengefektifkan respon siswa, mendorong cara belajar interaktif, membebaskan guru dari tugas-tugas yang berulang, dan menyediakan sumber-sumber belajar yang mudah dimodifikasi.
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain adalah :
1. Mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT dengan siswa yang mendapat pembelajaran yang dilakukan secara konvensional
2. Mengetahui sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT
3. Mengetahui pendapat guru tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar berbasis ICT
Sementara manfaatnya adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan pembelajaran matematika berbasis ICT yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam proses pembelajaran
2. Memberikan motivasi kepada guru matematika untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan sarana yang telah tersedia dengan menerapkan pembelajaran matematika berbasis ICT, sebagai pembelajaran alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
3. Memperluas pandangan siswa terhadap matematika sehingga siswa dapat menggunakan dan menghargai antara matematika dengan disiplin ilmu ilmu lain dan matematika dengan kehidupan sehari-hari
Computer-Aided Instruction atau Computer-Asisted Intruction (CAI), di Indonesia biasa disebut Pembelajaran Berbasis komputer atau pembelajaran berbantuan komputer. Menurut Arnold (2005), meskipun sulit untuk mengasess efektivitas system pembelajaran yang menggunakan bantuan komputer ini, namun sejumlah studi telah melaporkan bahwa CAI telah berhasil meningkatkan skor ujian, memperbaiki sikap siswa, dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pengajaran. Petunjuk yang substansial dari hasil studi yang sangat beragam, adalah bahwa pembelajaran berbantuan komputer dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang pendidikan.
Penggunaan komputer di sekolah dikatagorikan oleh Taylor (Handal, 2002) sebagai tutor ,tool dan tutee. Sebagai tutor, komputer berperan membimbing siswa dalam belajar individual. Sebagai tool, siswa menggunakan komputer untuk pengolah data, grafik, atau pemodelan matematik. Sebagai tutee, komputer diprogram untuk memecahkan masalah. Katagori tutor, tool, dan tutee diajukan Taylor pada tahun 1980. Pada tahun 1985, Alessi dan Trollip membuat framework untuk konseptualisasi peranan komputer dalam pendidikan. Mereka mengajukan lima katagori untuk pembelajaran berbantuan komputer (CAI), yaitu drill, tutorial, games, dan tes. Jika dibandingkan dengan katagori yang dibuat Taylor, maka katagori yang dibuat Alessi dan Trollip dapat dianggap sebagai subkatagori dari tutor.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan berubahnya paradigma pembelajaran dari behaviourisme ke konstruktivisme, pada tahun 2001 Alessi dan Trollip mengkaji ulang katagori yang dibuatnya dan mengajukan katagori baru bagi peranan komputer dalam pendidikan, yaitu: drills, tutorial, games, simulasi, hypermedia, dan tool and open-ended learning environments. Katagori-katagori ini dapat saling beririsan. Sebagai contoh, prestasi tutorial dapat diorganisir melalui jaringan-jaringan informasi, sehingga dapat berperan sebagai hypermedia.
Tipe drills menampilkan serangkaian pertanyaan-pertanyaan untuk direspon siswa dan komputer memberikan umpan balik. Karakteristiknya yang repetitif, merefleksikan pendekatan behaviourisme yang berfokus pada ketuntasan belajar.
Tipe tutorial, tidak hanya menampilkan informasi, tetapi juga membimbing siswa melalui proses pembelajarannya. Tutorial dimulai dengan introduksi terhadap pelajaran, baru kemudian informasi ditampilkan. Selanjutnya siswa menjawab serangkaian pertanyaan, dan program mengevaluasinya. Respon yang muncul biasanya kata-kata ”maaf”, ”bagus”, ”coba lagi”, atau ”jawaban yang benar adalah ...”. Pengguna tutorial dapat dapat mengatur sendiri kecepatan belajarnya.
Katagori berikutnya adalah games atau permainan dan simulasi. Keduanya merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan. Dengan menggunakan simulator atau games, siswa memasuki situasi dinamis yang melibatkan multimedia di mana mereka harus meresponnya. Berbeda dengan games, dalam simulasi tidak ada kompetisi.
Hypermedia, berbeda dengan yang lainnya dalam hal pengorganisasian informasi. Pendekatan hypermedia mengkombinasikan hypertext dengan multimedia. Multimedia adalah gabungan berbagai format seperti teks, suara, gambar, dan vidio yang saling mendukung. Hypertext didefenisikan sebagai suatu databese yang memiliki penghubung aktif yang memungkinkan pembaca (pengguna) untuk berpindah dari satu bagian ke bagian lain sesuai keinginannya (Schneiderman dan Kearsley, 1989 dalam Handal, 2003). Jadi, hypermedia adalah lingkungan belajar di mana pengetahuan disampaikan melalui jaringan-jaringan informasi.
Katagori terakhir adalah tool and open-ended learning environment. Dalam pendidikan matematika, alat (tool) seperti spreadsheet, database, dan graphics packages membantu pemecahan masalah dan mendukung pembelajaran open-ended. Dengan menggunakan spreadsheet, database, dan graphics packages siswa dapat melakukan pengamatan dan investigasi berbagai konsep matematika seperti geometri, aljabar dan relasi. Guru dapat menggunakan alat-alat ini (tools)untuk membantu siswa mempelajari matematika melalui proses berfikir tingkat tinggi, dan bukan mempelajari tools tersebut secara sederhana.
Peristiwa belajar terjadi kapan saja dan dimana saja, yaitu ketika terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar, interaksi dapat terjadi melalui media. Itulah sebabnya, media berguna dalam pembelajaran (Chaeruman, 2005). Media pembelajaran yang sedang populer saat ini adalah multimedia interaktif. Multimedia dapat didefenisikan sebagai gabungan dari teks, gambar, animasi, grafik, suara dan video, untuk menampilkan informasi di bawah kendali komputer (Macaulay, 2003) interaktif artinya bahwa rancangan multimedia dapat berinteraksi dengan penggunanya melalui tombol-tombol navigasi.
Aplikasi multimedia dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Pembelajaran yang aktif menunjukkan bahwa prosentase ingatan: 10% berasal dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Todd, 1997 dalamskicioglu dan Kopec, 2003).
Hasil pengamatan lain mengungkapkan, siswa mengingat 20% dari apa yang dilihat, 30% dari apa yang didengar, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, dan 80% dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya dengan interaksi langsung (Shelly, Waggoner, Cashman & Waggoner, 1998 dalam Eckcioglu dan Kopec, 2003).
Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer harus dilakukan dengan perencanaan yang matang. Chaeruman (2005) merincikan lima tahap (prosedur umum) pengembangan media pembelajaran, yaitu: analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Analisis kebutuhan, analisis instruksional dan analisis garis besar isi program dilakukan pada tahap pertama. Tahap kedua yaitu desain, adalah tahap dimana garis besar isi program dijabarkan. Pada tahap ini desain pembelajaran, desain komunikasi visual, dan diagram alur program dipersiapkan. Tahap berikutnya adalah tahap pengembangan. Pengembangan dilakukan dengan menggunakan dukungan software yang sesuai. Media pembelajaran dikembangkan mengikuti alur yang telah direncanakan. Tahap terakhir adalah tahap implementasi dan evaluasi terhadap pengguna. Evaluasi juga dilakukan di setiap tahap, untuk kemudian dilakukan revisi berdasarkan hasil evaluasi.
Penilaian terhadap kelayakan suatu media pembelajaran dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti yang dikemukakan oleh McAlpine dan Weston (Chaeruman, 2005). Aspek-aspek tersebut yaitu: desain instruksional, substansi materi, bahasa, dan teknis penyajian. Berikut ini rincian dari masing-masing aspek media pembelajaran yang harus diperhatikan:
a) Desain instruksional
Aspek desain instruksional dari suatu media pembelajaran harus terlihat memiliki: kejelasan sasaran; kejelasan tujuan pembelajaran; kejelasan uraian materi; pemberian latihan dan umpan balik; pemanfaatan aspek pendagogis; ketepatan evaluasi; konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi; ketepatan contoh, ilustrasi, analogi, dan lain-lain.
b) Substansi materi
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam suatu media pembelajaran berdasarkan aspek substansi materi adalah: kebenaran isi; kecukupan materi; keluasan dan kedalaman materi; aktualitas; dan kontektualitas.
c) Bahasa
Bahasa sangat menentukan kelayakan suatu media pembelajaran. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa adalah: pemilihan kosa kata; pemilihan struktur kalimat; pemilihan bahasa komunikatif dan menantang; penggunaan kalimat aktif dan pasif; sistematika (heading subheading; dan lain-lain)
d) Teknis penyajian
Teknis penyajian adalah aspek yang paling kompleks yang dapat dilihat dari suatu media pembelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah: struktur program; logika berfikir pemprograman; kompatibilitas; kreativitas; kemudahan penggunaan; grafis, teks, hurup, movie, animasi, warna, musik, navigasi, dan efek suara.
Dalam pengembangan media pembelajaran, dalam pembelajaran berbasis komputer, Budiwaspada (2005) menyatakan bahwa kebenaran materi adalah mutlak, sedangkan menarik atau tidaknya suatu bahan ajar sangat tergantung pada ”kedekatan bahasa” komunikasinya antara penyaji dan penerima pesan, dan hal ini dapat dicapai jika pengembang bahan ajar memahami betul-betul keinginan target audience (dalam hal ini siswa). Tidak perlu seluruh layer dan durasi pengajaran dieksplorasi secara kreatif. Adakalanya materi pelajaran disajikan dalam visualisasi yang bernada datar dan biasa-biasa saja, untuk kemudian pada materi tertentu (yang menjadi pokok permasalahan) visualisasi diolah secara optimum, bahkan bila perlu disertai ilustrasi dan gerak (animasi maupun video) dan suara (narasi, dialog, dan sound effect) yang tepat. Penekanan ini akan membuat para siswa merasakan bahwa materi tersebutlah yang menjadi pokok permasalahannya.
e) Tutorial Interaktif
Media pembelajaran yang kiranya tepat untuk digunakan dalam pembelajaran berbasis komputer di sekolah adalah multimedia interaktif berbentuk tutorial, atau disebut juga tutorial interaktif. Kelebihan-kelebihan multimedia telah dibahas pada bagian terdahulu. Sedangkan kelebihan-kelebihan dan juga kekurangan tutorial dibahas dalam bab ini.
Tutorial selangkah lebih maju dibanding aktivitas drill and practice, karena tutorial tidak hanya menampilkan informasi tetapi juga memberikan bimbingan kepada siswa melalui proses belajar. Tutorial mempunyai potensi untuk diterapkan dalam pembelajaran interaktif secara online, karena tutorial menyediakan berbagai peluang untuk memotivasi siswa melalui kapabilitas multimedia. Tutorial memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dan menyediakan kesempatan untuk melakukan penguatan (reinforcement), memperbaiki kesalahan, dan menjelaskan tentang kesalahpahaman (Schwier&Misanchuk, dalam Handal, 2003). Tutorial cukup efektif untuk menampilkan informasi faktual, untuk mempelajari strategi pemecahan masalah (Handal, 2003).
Tutorial berguna untuk memfasilitasi pembelajaran mandiri, akan tetapi kurang efektif untuk digunakan dalam belajar berkolaborasi. Salah satu keuntungan dari tutorial adalah memiliki potensi untuk mengajar siswa yang tidak memiliki guru yang qualified dalam penguasaan materi tertentu. Hal ini sangat relevan dengan keadaan pendidikan matematika di Indonesia, dimana hasil penelitian Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa tingkat penguasaan guru matematika SLTP yang rata-rata kerjanya 10 tahun dalam mata pelajaran matematika masih rendah yaitu sebesar 51,5 %. Hal yang sama juga terjadi pada guru SMA. Kemampuan mengajar guru matematika SMA, yang sepintas tampak seperti menguasai topik yang sedang diajarkannya, tetapi ternyata yang dikuasainya hanya fakta, dan sebagian dari faktapun ada yang tidak dikuasainya. Tutorial yang dikembangkan dengan baik kiranya dapat membantu siswa maupun guru untuk memahami topik yang belum dikuasainya.
Penggunaan software tutorial dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, tutorial dapat digunakan untuk mendukung dan memperkuat pembelajaran di kelas, untuk mengajarkan topi-topok tertentu, untuk mengaktifkan pengetahuan awal siswa dalam suatu bahasan sebelum masuk ke materi pokok, atau untuk mengembangkan diskusi kelas atau kerja kelompok. Tutorial juga dapat digunakan sebagai pembelajaran pengganti untuk siswa yang ketinggalan pelajaran, untuk mengulang pelajaran terdahulu atau untuk remidiasi.
f) Sikap dan Minat
Perasaan, sikap, minat, emosi, dan nilai merupakan watak perilaku yang tercakup dalam ranah afektif. Menurut Popham (Tim Peneliti UNY, 2004), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Oleh karena itu, semua guru harus mampu membangkitkan minat semua siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Menurut Krathwohl (Tim Peneliti PPS UNY, 2004) bila ditelusuri, hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima , yaitu: receiving (attending), responding, voluing, organization, dan characterization. Pada level receiving atau attending, siswa memiliki keinginan menghadiri atau mengunjungi fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Budiwaspada, A. E. (2005). ”Desain Komunikasi Visual untuk Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.
Chaeruman, U. A. (2005). ”Prinsip dan Prosedur Pengembangan Media Pembelajaran”. Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional (2004) Kurikulum Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas.
Balac heff, N. Dan Kaput, J.J. (1996), ”Computer-Based Learning Environments in Mathematics”, dalam Elliot. (1996), Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Reston , VA : The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Budiana, (2003). Penggunaan Komputer dalam Pembelajaran Remedial Matematika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Coxford, A.F. (1995). ”The Case for Connections”, dalam P.A. House (1995), Connecting Mathematics across the Curriculum. Yearbook. Virginia : The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Eskicioglu, A.M. dan Kopec, D. (2003). ”TheIdeal Multimedia-Enabled Classroom: Perspectives from Psychology, Education, and Information Science”. Journal of Educational Multimedia and Hypermedia. 12(2), 199-219. USA :AACE.
Handal, B. (2003). “Re-examining Categories of Computer_Based Learning in Mahtematics Education”. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education, 3 (3), 275-287. [Online]. Tersedia://www.citejournal.org. [20 September 2005].